Nama : Sinta Adik
Saputri
NIM : 175231006
Prodi : Perbankan
Syariah
Kelas : 1A
MAGNET
SAUDARA KERATONAN SURAKARTA
(MASJID
AGUNG SURAKARTA)
PENDAHULUAN
Masjid merupakan tempat beribadah umat islam
kepada Allah SWT. Kegiatan yang biasanya dilakukan di masjid antara lain sholat, mengaji, berzikir,
bersholawat, dan ibadah-ibadah lainnya. Biasanya juga masjid
menjadi saksi tempat momen-momen yang indah untuk para umat islam pada saat mereka
merayakan hari-hari besar islam. Tak hanya itu
saja, beberapa masjid bahkan ada yang melakukan tradisi-tradisi yang khas dari daerahnya, misalnya
saja Masjid Agung
Surakarta. Masjid Agung Surakarta adalah salah satu masjid yang sangat terkenal
di daerah Solo, karena keunikan aristektur, tradisi-tradisi, serta sejarah yang ada pada masjid ini.
Oleh karena hal itu, penulis menulis “Magnet Saudara Keratonan
Surakarta (Masjid Agung Surakarta)” dengan tujuan agar kita bisa mengetahui daya tarik dan keunikan-keunikan yang
dimiliki oleh masjid agung tersebut, seperti keunikan bangunan arsitekturnya,
tradisi-tradisi yang mengakar, serta sejarah Masjid Agung Surakarta. Keunikan
masjid ini banyak yang bersumber dari Keratonan Surakarta. Misalkan pada
bangunan yang arsitekturnya mirip dengan Keraton, tradisi-tradisi yang diangkat
dari keraton dan sejarah masjid ini pun tidak bisa dilepaskan dari Keratonan
Surakarta ini. Sehingga Keratonan Surakarta ini memegang peran yang besar
terhadap Masjid Agung Surakarta. Karena hal itu, penulis berpendapat bahwa
Masjid Agung Surakarta merupakan saudara kandung dari Keratonan Surakarta.
Untuk membantu penulis dalam menulis artikel ini, penulis melakukan
wawancara dan observasi. Waktu yang digunakan penulis dalam observasi dan
wawancara ini dilakukan pada 20 Oktober 2017, pukul 18.35 WIB; 24 Oktober 2017,
pukul 09.17 WIB; serta 1 November 2017, pukul 12.56 WIB. Narasumber dari
wawancara yang dilakukan adalah Ir. H. Abdul Basid
Rohmat dan Drs. H. Hadi Purnomo. Ir. H.
Abdul Basid Rohmat merupakan sekretaris masjid dan sebagai orang yang bertanggungjawab tentang sejarah, kondisi dan
kegiatan yang ada pada masjid. Sedangkan Drs. H. Hadi Purnomo merupakan bendahara Masjid Agung Surakarta.
Wawancara yang dilakukan penulis bertempatkan di Kantor TU Masjid Agung
Surakarta dan rumah kediaman Ir. H. Abdul Basid
Rohmat.
PEMBAHASAN
Sejarah Singkat Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Surakarta terletak di Jalan Masjid Besar No.1, Kauman, Ps. Kliwon, Kota Surakarta,
Jawa Tengah. Dulu Masjid Agung Surakarta bernamakan Masjid Ageng
Kesunanan Surakarta Hadiningrat yang dibangun pada masa kekuasaan Paku Buwana
II tahun 1745-1749. Namun setelah Paku Buwana II mangkat, raja- raja berikutnya
tetap melakukan pembangunan masjid, diantaranya Paku Buwana IV, Paku Buwana VII
dan Paku Buwana X. Tetapi kebanyakan pembangunan yang dilakukan terhadap masjid
dilakukan oleh Paku Buwana X. Paku Buwana II mendirikan keraton, alun-alun dan
masjid secara bersama-sama. Sehingga secara tidak langsung, masjid ini sangat
khas dengan unsur-unsur Keratonan Surakarta dan jawa dengan bentuk seperti
joglo dan beratap tajuk susun tiga yang
memiliki arti Islam, iman dan ikhsan (amal).
Komponen Bangunan Masjid
Masjid yang memiliki luas
2000 m² ini, yang
dirancang mirip dengan Masjid yang ada di Demak. Tak seperti masjid-masjid yang
lain, Masjid Agung
ini terdiri dari beberapa bangunan yang tak hanya berfungsi sebagai tempat
ibadah, akan tetapi bisa menjadi tempat untuk melakukan tradisi-tradisi jawa.
Bangunan masjid ini terdiri dari
bangunan utama, menara, gapura, makam, istal, bangsal pradangga dan
mambaul ulum. Peletakan bangunan-bangunan masjid terlihat cukup rapi dan teratur dengan menempatkan bangunan utama di tengah area masjid dan
bangunan lainnya yang tersebar disekelilingnya.
Bangunan utama masjid terdiri dari ruang utama, ruang pawastren, balai
pabongan dan yogaswara, serambi, emper, tratag rambat dan kuncungan. Ruang
utama adalah ruang yang biasanya digunakan untuk sholat, didalamnya terdapat
mihrab, mimbar, saka guru dan saka penanggap. Mihrab merupakan tempat imam untuk memimpin sholat, yang letaknya di sebelah barat ruang utama. Bentuk mihrab melengkung seperti mihrab masjid
di Arab dan lengkungan ini dihiasi dengan kaligrafi hadits Nabi Muhammad
tentang rukun Islam. Sebelahnya terdapat Mimbar untuk tempat khatib berkhotbah
saat sholat jum’at. Mimbar ini berbentuk seperti tandu yang terbuat dari kayu
jati yang dihiasi motif lidah api dan lung-lungan. Lalu, empat saka guru dan
dua belas saka penanggap didalamnya serta tiang semu yang berjumlah 16 pasang
pada sisi ruang utama yang menjadi menyangga belanggar masjid. Atap pada ruang
utama ini menggunakan bambu-bambu khas Keratonan Jawa.
Di samping bangunan utama terdapat bangunan
sayap yang terdiri dari ruang pawastren, pabongan dan yogaswara. Ruang pawastren merupakan ruang untuk keputren terletak disamping kiri dan
kanan menyerupai ruang gandok dalam ruangan rumah tangga. Ruangan selatan
digunakan untuk keputrian dan ruangan pada bagian utara sebagai kantor dan
tempat untuk belajar Al-Qur’an. Sedangkan pabongan sendiri
merupakan tempat yang digunakan untuk khitanan
putra-putra raja. Pembangunan bangunan sayap ini dilakukan oleh Paku Buwana VII
pada tahun 1830-1858.
Serambi masjid bangunan utama digunakan untuk
menampung jamaah apabila ruang
utama untuk sholat sudah penuh, terletak
didepan bangunan utama. Serambi ini dominan warna biru muda, karena warna ini merupakan warna yang menjadi ciri khas Keratonan Kesunanan Surakarta
Hadiningrat. Konstruksi atapnya dibangun dengan tata letak arsitektur Jawa yang
mendapat pengaruh dari arsitektur kolonial dengan ditopang 40 tiang, 8 pasang
menopang tingkat teratas dan sisanya menopang bagian pinggir. Dalam serambi
masjid ini terdapat beberapa bedug dan kenthongan yang berbeda fungsinya,
sebelah utara serambi merupakan beduk dan gendong Kiai Wahyu Tengara. Sedangkan
sebelah selatan serambi beduk dan kenthongan yang biasanya digunakan
menjelang adzan. Bedug ini berbunyi “dheng-dheng” yang menandakan masjid masih muat/sedheng,
sedangkan gendong berbunyi “thong-thong” menunjukan bahwa masjid ini masih
kosong.
Bangunan utama Masjid Agung dikelilingi oleh
emper dan kolam. Kolam ini disebut
dengan sabrangan yang memiliki tujuan agar kaki pengunjung masjid bersih dari kotoran dan
najis. Alasannya, masyarakat biasanya masuk Masjid seperti masuk rumah sendiri,
sehingga untuk membuat masyarakat tetap suci maka dibangun sabrangan ini oleh
Paku Buwana X. Jadi sabrangan ini mengajarkan masyarakat untuk bersuci agar
mereka bisa menghormati tempat ibadah. Pintu masuk ruang utama masjid yang
terdapat tragtag rambat dan kuncungan yang merupakan penyempurnaan dari Paku
Buwana X yang berfungsi sebagai ruang transisi dari halaman depan masjid ke
ruang dalam masjid.
Gapura merupakan gerbang utama atau pintu
masuk utama Masjid Agung Surakarta, yang dibangun oleh Paku Buwana X pada tahun
1893-1939. Beliau membangun gapura dengan gaya Timur Tengah karena Paku Buwana
X terinspirasi saat berkunjung ke Turki. Sehingga bentuknya seperti bentuk
kubah dan memiliki tiga pintu masuk. Gapura ini terletak disebelah timur kawasan
masjid di depan Alun-Alun Lor. Maksud dari pembangunan Gapura ini dilatar
belakangi oleh orang-orang terdahulu banyak yang belum masuk Islam, sehingga ketika mereka melewati gapura ini
mereka akan diampuni dosanya.
Sebelah utara bangunan utama terdapat menara masjid
yang tingginya mencapai 33 meter. Menara
ini dibangun oleh
Paku Buwana X, yang mana gaya arsitekturnya terinspirasi dari India
dengan adanya akulturasi budaya jawa dan Timur Tengah. Namun arsitektur yang
membangun menara itu adalah orang Belanda, tangga yang ada didalamnya juga
impor dari Belanda. Fungsi menara ini untuk meletakkan pengeras suara saat
dikumandangkan adzan sehingga suaranya terdengar hingga jarak yang jauh. Tak
hanya itu, fungsi lain dari menara adalah
untuk digunakan
sebagai penanda bahwa terdapat masjid pada daerah ini.
Bangunan lain dari masjid ini yaitu istal yang
dulunya digunakan sebagai tempat parkir kuda raja. Namun
sekarang istal
ini berubah fungsinya, karena sudah dijadikan sebagai kantor pengurus-pengurus
masjid. Di sebelah timur istal terdapat tempat gamelan yang biasanya
dikeluarkan pada bulan Maulud Nabi.
Gamelan di sebelah utara bernama guntul maju dan yang di sebelah selatan
bernama guntul sari. Adapun jam istiwa’ yang dalam bahasa jawanya
disebut dengan jam bencet, yang terletak di depan kantor pengurus masjid
sebelah selatan, yang mempunyai fungsi untuk menunjukan waktu sholat dengan
menggunakan patokan dari bayangan sinar matahari. Di belakang masjid juga terdapat makam orang-orang penting dari Masjid Agung. Sedangkan di sebelah selatan
bangunan utama yaitu tepatnya di pintu masuk selatan depan pasar klewer
terdapat Mambaul Ulum yang sekarang ini menjadi MAN II Surakarta.
Kegiatan
Rutinan Masjid Agung Surakarta
Kegiatan sehari-hari yang ada di Masjid Agung masih umum seperti masjid-masjid
lainnya. Kegiatan awal yang biasanya dilakukan yaitu pada waktu subuh yang
selalu diselenggarakannya kuliah subuh. Kemudian setelah
sholat dzuhur, para
pedagang pasar klewer selagi mereka beristirahat, mereka menyelenggarakan
kuliah dzuhur di masjid. Maghrib sampai isya acara yang ada pada masjid agung adalah setoran anak-anak penghafal Al-Qur’an. Kegiatan
hariannya lainnya yaitu, setiap sore hari diadakannya kegiatan TPA.
Kegiatan rutinan mingguan yang ada pada masjid agung, yaitu kegiatan tafsir Al-Qur’an dan hadits dilakukan secara bergantian setiap hari
minggu setelah maghrib sampai isya. Untuk kegiatan bulanan, setiap malam tanggal 15 bulan qomariyah ada
pengajian Lailatul Ijtima’. Bukan hanya para pedagang maupun orang dewasa saja
yang melakukan kegiatan-kegiatan masjid, para remaja akhir-akhir ini juga mengadakan kegiatan kursus singkat tentang mengkader
para anak-anak untuk jadi pengusaha yang bangkit dari masjid. Sehingga kegiatan ini bisa melatih remaja untuk mandiri dan bisa berbisnis walaupun mereka berada di ruang
lingkup masjid. Hal ini juga bisa dijadikan
teladan dan contoh yang baik untuk
generasi-generasi muda lainnya.
Tak hanya itu saja, masih banyak kegiatan yang ada di
Masjid Agung Surakarta. Seperti pengajian bulanan yang dilaksanakan pada
hari-hari besar islam, diantaranya untuk memperingati isra’ mikraj, maulud nabi, dan sebagainya.
Sedangkan untuk yang tahunan, masjid agung memberikan santunan kepada fakir
miskin pada bulan Ramadhan, khitanan
masal untuk 50 anak yang diadakan pada akhir tahun, serta pada bulan muharam
diberikannya santunan untuk anak yatim. Masjid agung juga mengizinkan dan
membebaskan masyarakat yang ingin menggunakannya untuk kegiatan-kegiatan
mereka, seperti pengajian akbar bahkan untuk akad nikah. Oleh karena itu, masjid agung ini selalu ramai dan padat dengan
aktivitas-aktivitas dari masyarakat, baik acara untuk agama, beramal maupun
acara-acara pribadi.
Tradisi-Tradisi
Masjid Agung
Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini berfungsi
mendukung segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan serta menjadi sentral umat islam dalam hari-hari besar
islam. Tradisi-tradisi islam yang biasanya dirayakan di Masjid Agung, seperti
tradisi Sekaten , Grebeg,
malam selikuran dan gunungan. Grebeg merupakan upacara untuk memperingati
Maulid Nabi Muhammad. Sedangkan Sekaten adalah penabuhan gamelan dari upacara
memperingati Maulid Nabi yang biasanya dilakukan pada tanggal 15 Muharram–12
Rabbiul awal. Malam selikuran bertujuan menyambut malam lailatul qodar.
Kemudian tradisi gunungan biasanya dilakukan saat idul fitri, idul adha dan
sekaten, yang tujuannya untuk memberikan sedekah kepada masyarakat dari raja
keratonan.
Fasilitas Masjid
Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan cagar budaya
milik Pemerintahan Pusat dan dilindungi oleh Balai Pelestarian Cagar
Budaya Jawa Tengah. Sehingga segala bentuk perbaikan dan perubahan pada
masjid ini harus selalu dikonsultasikan kepada pemerintahan supaya ciri khas
dari bangunan ini tidak
akan hilang. Fasilitas yang ada di Masjid Agung Surakarta
ini pun cukup lengkap, disana terdapat dua mobil jenazah dan ambulance serta
dilengkapi dengan perpustakaan masjid. Keamanan yang ada di masjid cukup baik,
dengan adanya satpam pada siang dan malam hari serta terdapatnya tukang parkir
yang selalu menjaga kendaraan para pengunjung masjid.
Kondisi Masjid
Biru muda serta ornamen-ornamen kayu dan bambu merupakan sesuatu yang paling dominan pada Masjid Agung, oleh karena itu masjid agung berhasil menunjukan bahwa masjid ini merupakan masjid yang sangat khas dengan
Keratonan Surakarta. Kemegahan dan keunikan masjid ini sudah terlihat sebelum
kita masuk area masjid. Disana terdapat beberapa bangunan-bangunan yang
arsitekturnya bernuansa Timur Tengah. Kemudian saat memasuki area masjid terlihat
bangunan masjid khas Jawa seperti rumah adat Joglo yang terlihat begitu indah.
Sehingga nuansa yang ada pada masjid ini tak hanya jawa saja, tetapi juga Timur
Tengah.
Kondisi masjid terlihat masih kokoh dan kuat, akan tetapi
pada bangunan tertentu terlihat catnya mulai memudar dan kotor. Masjid agung
terlihat semakin
anggun begitu
malam tiba, dengan lampu-lampu yang menyinarinya area-area utama masjid.
Kebersihan dari masjid sangat diperhatikan oleh pengurus masjid, pengurus masjid juga selalu mengusahakan perbaikan untuk masjid
ini. Misalnya mereka baru saja merenovasi atap serambi masjid dan rencananya
mereka akan memperbaiki tempat wudhunya. Sayangnya, tempat parkir masjid
letaknya tersembunyi dan kurang luas, sehingga pengunjung susah untuk
memarkirkan kendaraannya.
Aktivitas Masyarakat di
Masjid
Masjid ini ramai saat menjelang dan sesudah sholat dzuhur
dan ashar, karena banyak pengusaha dan pengunjung pasar klewer yang menunaikan
ibadah sholat
disini. Namun saat sholat maghrib, isya dan subuh masjidnya tidak begitu ramai karena hanya warga sekitar
saja yang menunaikan
ibadah sholat. Bukan hanya untuk sholat saja, disini juga ada orang yang hanya sekedar beristirahat dan tidur sejenak untuk menghilangkan penat di serambi masjid. Bahkan ada juga yang
melakukan observasi masjid dan ada yang hanya berwisata di Masjid Agung
Surakarta. Akan tetapi, keramaian masjid ini membuat beberapa orang
memanfaatkan kesempatan dari keadaan ini untuk meminta-minta di depan gerbang
masuk masjid.
REFLEKSI
Sama seperti pada jaman rasul dulu, Masjid
Agung Surakarta sifatnya sama seperti masjid yang lainnya, yang merupakan
tempat untuk beribadah kepada Allah dan juga tempat untuk menyebarluaskan agama
islam. Tak hanya itu saja, di masjid agung ini juga terdapat tradisi-tradisi islam serta
bangunan arsitektur yang khas, yang dibuat dan dibangun oleh para raja
Keratonan Surakarta, dengan tujuan agar menjadi daya tarik agama islam kepada
masyarakat muslim maupun non-muslim sehingga mereka bisa menerima islam dengan
mudah. Hal ini bisa kita kaitkan dengan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW dan walisongo, yang memiliki tujuannya sama dengan Masjid Agung ini yaitu
agar masyarakat menerima dengan mudah agama islam dengan cara melihat kondisi
dari lingkungannya. Rasululah dulu berdakwah
di Mekah dengan surat-surat yang pendek, sedangkan di Madinah menggunakan
surat-surat yang panjang. Sedangkan walisongo tak jauh berbeda, misalkan saja
Sunan Kalijaga yang dakwahnya menggunakan wayang yang menjadi favorit
masyarakat sehingga islam mudah diterima oleh mereka.
Komentar
Posting Komentar